Seorang Gabernur pada zaman Khalifah Al-Mahdi, pada suatu hari mengumpulkan sejumlah tetangganya dan menaburkan uang dinar dihadapan mereka. Semuanya saling berebutan memunguti uang itu dengan suka cita. Kecuali seorang wanita kumal, berkulit hitam dan berwajah jelek. Ia terlihat diam saja tidak bergerak, sambil memandangi para tetangganya yang sebenarnya lebih kaya dari dirinya, tetapi berbuat seolah-olah mereka orang-orang yang kekurangan harta.
Dengan keheranan sang Gabernur bertanya, "Mengapa engkau tidak ikut memunguti uang dinar itu seperti tetangga engkau?" Janda bermuka buruk itu menjawab, "Sebab yang mereka cari uang dinar sebagai bekal dunia. Sedangkan yang saya perlukan bukan dinar melainkan bekal akhirat." "Maksud engkau?" tanya sang Gabernur mulai tertarik akan kepribadian perempuan itu. "Maksud saya, uang dunia sudah cukup. Yang masih saya perlukan adalah bekal akhirat, yaitu sholat, puasa dan zikir. Sebab perjalanan di dunia amat pendek dibanding dengan pengembaraan di akhirat yang panjang dan kekal."
Dengan jawapan seperti itu, sang Gabernur merasa telah disindir tajam. Ia insaf, dirinya selama ini hanya sibuk mengumpulkan harta benda dan melalaikan kewajiban agamanya. Padahal kekayaannya melimpah rauh, tak kan habis dimakan keluarganya sampai tujuh keturunan. Sedangkan umurnya sudah di atas setengah abad, dan Malaikat Izrail sudah mengintainya.
Akhirnya sang Gabernur jatuh cinta kepada perempua lusuh yang berparas hanya lebih bagus sedikit dari monyet itu. Kabar itu tersebar ke segenap pelosok negeri. Orang-orang besar tak habis fikir, bagaimana seorang gabernur boleh menaruh hati kepada perempuan jelata bertampang jelek itu.
Maka pada suatu kesempatan, diundanglah mereka oleh Gabernur dalam sebuah pesta mewah. Juga para tetangga, termasuk wanita yang membuat heboh tadi. Kepada mereka diberikan gelas crystal yang bertahtakan permata, berisi cairan anggur segar. Gabernur lantas memerintah agar mereka membanting gelas masing-masing. Semuanya terbengong dan tidak ada yang mahu menuruti perintah itu. Namun, tiba-tiba terdengar bunyi berdenting, pertanda ada orang gila yang melaksanakan perintah itu. Itulah si perempuan berwajah buruk. Di kakinya pecahan gelas berhamburan sampai semua orang tampak terkejut dan kehairanan.
Gaberur lalu bertanya, "Mengapa kaubanting gelas itu?" Tanpa takut wanita itu menjawab, "Ada beberapa sebab. Pertama, dengan memecahkan gelas ini bererti berkurang kekayaan Tuan. Tetapi, menurut saya hal itu lebih baik daripada wibawa Tuan berkurag lantaran perintah Tuan tidak dipatuhi." Gabernur terkesima. Para tamunya juga kagum akan jawaban yang masuk akal itu. Sebab lainnya?" tanya Gabernur. Wanita itu menjawab, "Kedua, saya hanya menaati perintah Allah. Sebab di dalam Al-Quran, Allah memerintahkan agar kita mematuhi Allah, Utusan-Nya, dan para penguasa. Sedangkan Tuan adalah penguasa, atau ulil amri, maka dengan segala resikonya saya laksanakan perintah Tuan." Gabernur kian takjub. Demikian pula para tamunya. "Masih ada sebab lain?"
Perempua itu mengangguk dan berkata, "Ketiga, dengan saya memecahkan gelas itu, orang-orang akan menganggap saya gila. Namun, hal itu lebih baik buat saya. Biarlah saya dicap gila daripada tidak melakukan perintah Gabernurnya, yang bererti saya sudah berbuat durhaka. Tuduhan saya gila, akan saya terima dengan lapang dada daripada saya dituduh durhaka kepada penguasa saya. Itu lebih berat buat saya."
Maka ketika kemudian Gabernur yang kematian isteri itu melamar lalu menikahi perempuan bertampang jelek dan hitam legam itu, semua yang mendengar bahkan berbalik sangat gembira kerana Gabernur memperoleh jodoh seorang wanita yang tidak saja taat kepada suami, tetapi juga taat kepada gabernurnya, kepada Nabinya, dan kepada Tuhannya.
Dengan keheranan sang Gabernur bertanya, "Mengapa engkau tidak ikut memunguti uang dinar itu seperti tetangga engkau?" Janda bermuka buruk itu menjawab, "Sebab yang mereka cari uang dinar sebagai bekal dunia. Sedangkan yang saya perlukan bukan dinar melainkan bekal akhirat." "Maksud engkau?" tanya sang Gabernur mulai tertarik akan kepribadian perempuan itu. "Maksud saya, uang dunia sudah cukup. Yang masih saya perlukan adalah bekal akhirat, yaitu sholat, puasa dan zikir. Sebab perjalanan di dunia amat pendek dibanding dengan pengembaraan di akhirat yang panjang dan kekal."
Dengan jawapan seperti itu, sang Gabernur merasa telah disindir tajam. Ia insaf, dirinya selama ini hanya sibuk mengumpulkan harta benda dan melalaikan kewajiban agamanya. Padahal kekayaannya melimpah rauh, tak kan habis dimakan keluarganya sampai tujuh keturunan. Sedangkan umurnya sudah di atas setengah abad, dan Malaikat Izrail sudah mengintainya.
Akhirnya sang Gabernur jatuh cinta kepada perempua lusuh yang berparas hanya lebih bagus sedikit dari monyet itu. Kabar itu tersebar ke segenap pelosok negeri. Orang-orang besar tak habis fikir, bagaimana seorang gabernur boleh menaruh hati kepada perempuan jelata bertampang jelek itu.
Maka pada suatu kesempatan, diundanglah mereka oleh Gabernur dalam sebuah pesta mewah. Juga para tetangga, termasuk wanita yang membuat heboh tadi. Kepada mereka diberikan gelas crystal yang bertahtakan permata, berisi cairan anggur segar. Gabernur lantas memerintah agar mereka membanting gelas masing-masing. Semuanya terbengong dan tidak ada yang mahu menuruti perintah itu. Namun, tiba-tiba terdengar bunyi berdenting, pertanda ada orang gila yang melaksanakan perintah itu. Itulah si perempuan berwajah buruk. Di kakinya pecahan gelas berhamburan sampai semua orang tampak terkejut dan kehairanan.
Gaberur lalu bertanya, "Mengapa kaubanting gelas itu?" Tanpa takut wanita itu menjawab, "Ada beberapa sebab. Pertama, dengan memecahkan gelas ini bererti berkurang kekayaan Tuan. Tetapi, menurut saya hal itu lebih baik daripada wibawa Tuan berkurag lantaran perintah Tuan tidak dipatuhi." Gabernur terkesima. Para tamunya juga kagum akan jawaban yang masuk akal itu. Sebab lainnya?" tanya Gabernur. Wanita itu menjawab, "Kedua, saya hanya menaati perintah Allah. Sebab di dalam Al-Quran, Allah memerintahkan agar kita mematuhi Allah, Utusan-Nya, dan para penguasa. Sedangkan Tuan adalah penguasa, atau ulil amri, maka dengan segala resikonya saya laksanakan perintah Tuan." Gabernur kian takjub. Demikian pula para tamunya. "Masih ada sebab lain?"
Perempua itu mengangguk dan berkata, "Ketiga, dengan saya memecahkan gelas itu, orang-orang akan menganggap saya gila. Namun, hal itu lebih baik buat saya. Biarlah saya dicap gila daripada tidak melakukan perintah Gabernurnya, yang bererti saya sudah berbuat durhaka. Tuduhan saya gila, akan saya terima dengan lapang dada daripada saya dituduh durhaka kepada penguasa saya. Itu lebih berat buat saya."
Maka ketika kemudian Gabernur yang kematian isteri itu melamar lalu menikahi perempuan bertampang jelek dan hitam legam itu, semua yang mendengar bahkan berbalik sangat gembira kerana Gabernur memperoleh jodoh seorang wanita yang tidak saja taat kepada suami, tetapi juga taat kepada gabernurnya, kepada Nabinya, dan kepada Tuhannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar